1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bahayanya Implementasi yang Tak Sesuai Janji Solusi Iklim

Stuart Braun
28 Oktober 2022

Rencana untuk mengendalikan emisi yang merusak iklim dan membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celsius akan segera diputuskan, bunyi laporan PBB. Transformasi sosial mungkin satu-satunya cara untuk menghindari bencana.

https://p.dw.com/p/4ImYp
Cerobong asap
Kesenjangan antara janji pengurangan emisi dan implementasi aktual semakin meningkatFoto: Branden Camp/AP Photo/picture alliance

Terlepas dari satu tahun banjir ekstrem terkait perubahan iklim, badai, dan kebakaran hutan yang telah menghancurkan masyarakat secara global, sebuah laporan baru dari PBB menemukan bahwa janji pengurangan emisi saat ini akan membawa dunia ke tingkat pemanasan yang berbahaya.

"Kita berada dalam keadaan darurat iklim," kata Inger Andersen, Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB (UNEP). "Namun tetap saja ... beberapa negara menunda-nunda."

Sejumlah negara berkomitmen untuk mengurangi emisi secara drastis pada tahun 2030 pada konferensi iklim PBB COP 26 tahun lalu di Glasgow, Skotlandia. Namun, kesenjangan antara janji dan implementasinya masih terbuka lebar.

Laporan Kesenjangan Emisi tahun 2022 menyatakan bahwa emisi harus turun 45% dari yang diperkirakan berdasarkan kebijakan saat ini pada tahun 2030 untuk memenuhi batas pemanasan 1,5 derajat Celsius yang ditetapkan di Paris.

Kenaikan suhu terus terjadi, kecuali negara-negara bertindak

Suhu rata-rata global akan meningkat hingga 2,8 derajat Celsius, hampir dua kali lipat batas 1,5 derajat Celsius di bawah kebijakan saat ini, kata laporan itu.

"Laporan ini memberi tahu kita dalam istilah ilmiah yang dingin tentang apa yang telah dikatakan alam kepada kita, sepanjang tahun, melalui banjir yang mematikan, badai, dan kebakaran yang terjadi di mana-mana, kita harus berhenti mengisi atmosfer kita dengan gas rumah kaca, dan berhenti melakukannya dengan cepat," kata Andersen.

Temuan UNEP disampaikan dalam laporan "Kondisi Iklim" yang dirilis Rabu (26/10), menunjukkan bahwa dari 40 indikator kemajuan iklim di sektor-sektor termasuk transportasi, energi, dan keuangan iklim, tidak ada yang berada di jalur yang tepat untuk memenuhi target 1,5 derajat Celsius pada tahun 2030.

UNEP menemukan bahwa Australia, Argentina, Brasil, dan Kanada termasuk di antara negara-negara yang tidak mencapai target 2030 berdasarkan kebijakan yang ada.

Mengatasi krisis iklim melalui transformasi 'seluruh sistem'

Dengan kegagalan pemerintah dalam menerapkan kebijakan untuk mencapai target iklim, penulis laporan UNEP mengeksplorasi solusi yang lebih dalam melalui apa yang disebut Andersen sebagai "transformasi seluruh sistem".

Ini termasuk dekarbonisasi pasokan listrik, industri, transportasi, bangunan, dan sistem pangan. Sistem keuangan juga perlu direformasi "sehingga transformasi mendesak ini dapat dibiayai secara memadai," kata Andersen.

"Ini tentang semua negara di semua sektor, tetapi perlu mencerminkan kontribusi dan keadaan nasional," kata John Christensen, penasihat senior internasional dan penulis utama laporan UNEP.

Pertumbuhan energi terbarukan yang tinggi dan matinya energi fosil akan mendorong revolusi ini, menurutnya.

"Jika Anda melihat berapa banyak energi baru terbarukan yang disiapkan dibandingkan dengan sumber lain, energi terbarukan sejauh ini mendominasi investasi," tambahnya, seraya menambahkan bahwa negara-negara yang bergantung pada batu bara seperti Cina dan India mulai membatalkan pembangkit listrik batu bara yang sudah direncanakan.

Dorongan untuk kemandirian energi setelah perang di Ukraina dan kenaikan harga bahan bakar fosil, juga dapat mempercepat "pergeseran yang lebih cepat ke energi terbarukan," katanya. Badan Energi Internasional juga meyakini, dalam sebuah laporan yang dirilis Rabu (27/10), bahwa perang dapat mempercepat transisi energi hijau.

Infografis: Bagaimana listrik memengaruhi lingkungan?
Infografis: Bagaimana listrik memengaruhi lingkungan?

Perluasan energi bersih akan memungkinkan elektrifikasi vital industri, transportasi, serta pemanasan dan pendinginan domestik, sehingga mendukung transformasi multi-sektor, catat laporan UNEP. Demikian pula, sistem pangan, yang menyumbang sepertiga dari emisi global, perlu dirombak.

Perubahan pola makan dari daging dan produk susu beremisi tinggi dan mengatasi limbah makanan harus dikombinasikan dengan dekarbonisasi rantai pasokan makanan, menurut para peneliti UNEP.

Transformasi semacam itu akan membantu mengurangi emisi sistem pangan tahun 2050 menjadi sekitar sepertiga dari tingkat saat ini, dibandingkan dengan dua kali lipat emisi dalam praktik saat ini.

(bh/ha/ap)