1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

ChatGPT Picu Investasi AI yang Menggiurkan

21 April 2023

Peluncuran cabang baru kecerdasan buatan (AI) telah menghidupkan kembali sektor teknologi global. Akankah peraturan yang tegas mampu meredam hilangnya kendali manusia?

https://p.dw.com/p/4QM8j
Simbol AI
Gambar ilustrasi AIFoto: Taidgh Barron/ZUMAPRESS.com/picture alliance

‘Kegandrungan‘ akan kecerdasan buatan (AI) sedang berlangsung. Setelah ChatGPT dirilis November lalu —beberapa raksasa teknologi lainnya, termasuk Google dan Alibaba telah berlomba untuk merilis versi mereka sendiri.

ChatGPT adalah chatbot berbasis teknologi AI berupa model bahasa generatif yang mampu melakukan interaksi percakapan dengan penggunanya secara luwes ketika pengguna mengirimkan pertanyaan atau perintah untuk membuat sesuatu dalam bentuk teks. ChatGPT dikembangkan oleh OpenAI. Selain membuat obrolan otomatis, model ini juga mampu membuat konten dan menerjemahkan beberapa bahasa.

Raja-raja investor mulai dari Shanghai hingga Silicon Valley sekarang menggelontorkan puluhan miliar dolar AS ke berbagai startup AI generatif, yang menurut beberapa analis dapat menjadi gelembung dot-com baru.

Kecepatan penggunaan algoritme untuk membuat teks, kode perangkat lunak, musik, video, dan gambar berkualitas tinggi telah memicu kekhawatiran bahwa jutaan pekerjaan secara global dapat digantikan, dan teknologi bahkan mungkin mulai mengendalikan manusia.

Bos Tesla, Elon Musk, yang sebenarnya telah berulang kali memperingatkan bahaya AI, bahkan telah mengumumkan rencananya untuk meluncurkan saingan ChatGPT.

ChatGPT dengan cepat diadopsi

Para pebisnis dengan cepat menemukan cara untuk dengan mudah mengintegrasikan AI generatif ke dalam fungsi seperti layanan pelanggan, pemasaran, dan pengembangan perangkat lunak. Analis mengatakan antusiasme awal ini kemungkinan besar akan memiliki efek bola salju yang masif.

"Dua hingga tiga tahun ke depan akan menentukan banyak hal tentang AI generatif," kata David Foster, salah satu pendiri Applied Data Science Partners, konsultan AI dan data yang bermarkas di London, kepada DW. "Kami akan membicarakannya dengan cara serupa tatkala dulu kita membahas internet – di antaranya bagaimana hal itu mengubah semua yang kita lakukan sebagai spesies manusia."

Foster mencatat bagaimana AI generatif diintegrasikan ke dalam alat yang sudah dimiliki perusahaan, seperti Microsoft Office, sehingga mereka tidak perlu melakukan investasi awal yang besar untuk mendapatkan manfaat signifikan dari teknologi tersebut.

ChatGPT dan yang lainnya masih jauh dari sempurna. Mereka sebagian besar membantu dalam proses kreatif dengan petunjuk dari manusia tetapi belum menjadi pengganti pekerja. Namun bulan lalu, upgrade yang lebih cerdas, ChatGPT-4 sudah diluncurkan, dan versi 5 dikabarkan akan dirilis pada akhir tahun.

Kemajuan lain, AutoGPT, diluncurkan pada akhir bulan lalu, yang selanjutnya dapat mengotomatiskan tugas-tugas yang memerlukan masukan (input) manusia dari ChatGPT.

Miliaran dolar mengalir ke proyek AI

Penelitian bulan lalu yang dilakukan oleh Deutsche Bank menunjukkan bahwa total investasi perusahaan global ke AI telah tumbuh 150% sejak 2019 menjadi hampir 180 miliar dolar AS dan hampir 30 kali lipat sejak 2013. Lebih dari 140.000 paten diajukan untuk teknologi AI pada tahun 2021.

Startup tidak perlu lagi menggali penemuan dari yang  sudah dibuat. Mereka dapat fokus mengadaptasi platform AI generatif saat ini untuk berbagai sektor, seperti misalnya otomatisasi penyembuhan kanker, sistem keuangan cerdas, dan game.

"Ada pasar baru yang muncul, seperti ketika toko aplikasi (smartphone) diluncurkan. Startup kecil akan memanfaatkan teknologi secara kreatif, meskipun mereka tidak membuatnya sendiri," kata penulis dan peneliti AI Thomas Ramge kepada DW .

Sementara Amerika Serikat memimpin perlombaan dunia dalam pengembangan AI, Cina dan India menyalip. Cina sekarang menguasai 18% dari semua proyek AI berdampak tinggi, dibandingkan dengan 14% untuk AS, demikian menurut Deutsche Bank.

Cina maju sebagai pesaing AI

Perlombaan Timur-Barat untuk dominasi ekonomi, dibayangi oleh ancaman bagaimana pemerintah otoriter, seperti Beijing, dikhawatirkan menggunakan AI untuk mengendalikan tidak hanya populasinya, tetapi seluruh dunia. Namun, beberapa kalangan berpikir ketakutan ini berlebihan, karena para pemimpin Cina memiliki kecemasan sendiri atas kekuatan algoritme.

"Pemerintah Cina telah mengatur AI karena mereka melihat dengan sangat jelas bahwa hal itu dapat menyebabkan mereka kehilangan kendali," kata pakar AI dan profesor MIT Max Tegmark kepada DW. "Jadi mereka membatasi kebebasan perusahaan untuk bereksperimen secara liar dengan hal-hal yang kurang dipahami."

Tegmark lebih peduli tentang perlombaan raksasa teknologi Barat. Dia mencatat bahwa AS ragu untuk memperkenalkan peraturan mengenai AI, karena adanya lobi di sektor teknologi. Peringatan berulang tentang perlunya menghindari apa yang disebut perlombaan AI senjata - telah diabaikan.

Sayangnya, itulah yang terjadi saat ini, kata Tegmark. "Para pemimpin perusahaan memahami risikonya. Mereka ingin melakukan hal yang benar, tetapi tidak dapat berhenti, karena tingginya kompetisi dan desakan pemegang saham mereka."

Pemberlakuan regulasi Uni Eropa soal Artificial Intelligence Act, yang direncanakan tahun ini, juga dibatalkan oleh peluncuran ChatGPT, yang membuat kebijakan kembali jalan di tempat.

Eropa, sementara itu, berjuang untuk mengimbangi hasrat rekan-rekan teknologi AS dan Asia di ruang AI generatif, karena para investor menghindari risiko. "Cerita lama yang sama. Eropa tertinggal," kata Ramge. "Mereka tidak memperkirakan tren ini dan sekali lagi mengklaim akan dapat mengejar ketinggalan."

Ramge menyoroti dua bintang potensial — rencana Jerman untuk menciptakan infrastruktur AI Eropa yang dikenal sebagai LEAM, dan satunya lagi startup yang bermarkas di Heidelberg, Aleph Alpha, meskipun yang terakhir hanya mengumpulkan 31,1 juta dolar AS hingga saat ini, dibandingkan OpenAI yang mengantongi investasi 11 miliar dolar AS.

“Apa yang tidak dapat dilakukan Eropa adalah mentransfer pengetahuan dari universitas ke dalam startup yang berkembang pesat — unicorn — yang pada akhirnya mampu membawa teknologi baru ke dunia,” katanya kepada DW.

ap/gtp

 

Nik Martin Penulis berita aktual dan berita bisnis, kerap menjadi reporter radio saat bepergian keliling Eropa.