1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemilu Pakistan Gagal Akhiri Kekacauan Politik

12 Februari 2024

Tidak ada pemenang mayoritas yang jelas dalam pemilu Pakistan yang diduga diwarnai kekerasan dan dugaan kecurangan. Dibutuhkan koalisi untuk membentuk pemerintahan. Inflasi dan bencana masih menjadi isu utama.

https://p.dw.com/p/4cI39
Pendukung partai Khan Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) merayakan hasil pemilu di Islamabad.
Pendukung partainya Imran Khan di Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) merayakan hasil pemilu di Islamabad PakistanFoto: Abdul Majeed/AFP

Para kandidat independen meraih suara terbanyak dalam pemilihan umum Pakistan yang diadakan pada tanggal 8 Februari lalu. Banyak dari mereka masih terafiliasi dengan partai mantan Perdana Menteri Imran Khan yang tengah dipenjara: Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI). Partai itu sendiri tidak diikutsertakan dalam pemilu, sehingga banyak kandidatnya yang mencalonkan diri sebagai calon independen, namun tidak diperbolehkan membentuk pemerintahan.

Meskipun demikian, sehari setelah peinghitungan suara awal diperkirakan PTI mendapat dukungan lebih besar, yakni sekitar 100 kursi.  Mereka mengecam dugaan kecurangan pemilu, Ketika mereka menyerukan protes, polisi mengancam akan menindak demonstran.

Menurut angka resmi, Partai Liga Muslim-Nawaz (PML-N), yang didirikan oleh mantan Perdana Menteri Nawaz Sharif dan didukung oleh militer, memperoleh 75 kursi, sedangkan Partai Rakyat Pakistan (PPP) memperoleh 54 kursi. Partai-partai kecil memenangkan 34 kursi, dua kursi masih kosong.

Pembentukan pemerintahan yang sulit diperkirakan akan terjadi

PML-N mendeklarasikan dirinya sebagai partai dengan kursi terbanyak. Namun, untuk membentuk pemerintahan, mereka harus berkoalisi dengan pihak-pihak yang bersaing dan pihak independen. Skenario yang paling mungkin terjadi adalah koalisi antara PML-N dan PPP. Kedua partai telah membentuk pemerintahan, setelah menggulingkan Khan melalui mosi tidak percaya pada April 2022.

Hasil akhir awal baru diumumkan lebih dari 60 jam setelah pemungutan suara ditutup pada hari Kamis (09/02). Hal ini menimbulkan keraguan mengenai hasil penghitungan tersebut. Baik Khan maupun Sharif – yang merupakan rival lama – sama-sama mengklaim kemenangan.

Partai Imran Khan ingin membentuk pemerintahan

"Imran Khan ingin mengurus urusan partai dari penjara. Partai Khan akan membentuk pemerintahan di provinsi Khyber Pakhtunkhwa, tetapi kemungkinan besar akan menjadi oposisi di Majelis Nasional," kata Qamar Cheema, seorang analis politik di Islamabad, kepada DW.

Mantan pemimpin pemerintahan itu divonis bersalah dalam beberapa kasus terkait korupsi dan pengungkapan rahasia negara. Dia dilarang mencalonkan diri dalam pemilu.

Apakah akan terjadi lebih banyak ketidakstabilan di masa depan?

Banyak warga Pakistan yang berharap pemilu 8 Februari akan mengakhiri kekacauan politik dan ekonomi yang sudah berlangsung lama di negara itu. Namun, karena tidak ada partai yang mendapatkan suara  mayoritas di parlemen, konflik sengit antara Khan dan Sharif kemungkinan akan terus berlanjut. Dan ini terjadi pada saat Pakistan sedang menghadapi masalah besar.

Negara Asia Selatan ini menderita krisis keuangan yang parah, inflasi yang tinggi, dan banyaknya pengangguran. Bencana lingkungan seperti banjir telah memperburuk keadaan. Akibatnya, banyak warga Pakistan yang kesulitan mencari nafkah dan kecewa dengan penguasa politik.

"Tidak masalah siapa pun yang berkuasa,” ujar Saira Khan, seorang guru dari ibu kota Islamabad, kepada DW. "Siapa pun yang berkuasa harus membawa stabilitas politik ke negara ini, dan hal itu tidak dapat dilakukan tanpa membangun kepercayaan masyarakat. Jadi pemilu memang penting, tapi menurut saya pemilu tidak akan membawa perbedaan besar.”

"Para pemilih memberikan mandat yang berbeda-beda,” kata Maliha Lodhi, seorang ilmuwan politik dan mantan perwakilan Pakistan untuk PBB. "Ini bukan kabar baik bagi stabilitas politik.” Dia juga memperkirakan pembentukan pemerintahan akan sulit.

Imran Khan bersatu dengan militer yang kuat

Pada tahun 2018, lawan-lawan Khan menuduh militer membuka jalan bagi Khan untuk menuju kekuasaan. Namun pada saat mosi tidak percaya dijatuhkan pada bulan April 2022, di mana Khan terpaksa keluar dari pemerintahan, ketegangan meningkat antara dia dan para jenderal.

Khan menuduh militer mendalangi mosi tidak percaya terhadapnya. Dia menuduh Amerika Serikat mendukung militer dan partai-partai saingannya untuk menggulingkannya dari jabatan perdana menteri – sebuah klaim yang ditolak mentah-mentah oleh AS.

Setelah bertahun-tahun berkonfrontasi dengan militer, para pendukung Khan turun ke jalan di seluruh negeri pada musim semi 2023 untuk memprotes penangkapannya. Protes berubah menjadi kekerasan. Beberapa perusuh mulai menyerang instalasi militer dan melakukan kerusuhan di kawasan pemukiman tentara.

Beberapa bulan setelah kerusuhan, pihak berwenang mulai mengadili tersangka pengunjuk rasa, termasuk anggota PTI, di pengadilan militer. Pejabat senior dan menengah PTI berbondong-bondong mengumumkan pengunduran diri mereka dan menyatakan dukungan mereka kepada militer.

Para pendukung Khan berharap bahwa "suara simpati" untuk pemimpin partai yang dipenjara akan membuat PTI jelas memenangkan pemilu. Tapi menurut perhitungan resmi, hal ini tidak terjadi. Bahkan ketika Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda pengumuman hasil pemilu, para pejabat PTI dan pendukung Khan menuduh pihak berwenang melakukan kecurangan dalam pemilu yang menguntungkan Sharif.

Beberapa pendukung PTI mengatakan kepada DW di Karachi bahwa partai mereka akan memenangkan mayoritas mutlak jika lembaga pemilihan tidak "mengubah hasil” dalam semalam. Pihak berwenang menolak tuduhan tersebut dan menganggapnya tidak berdasar.

Pemerintahan mendatang menghadapi tantangan besar

Siapa pun yang membentuk pemerintahan berikutnya menghadapi tantangan besar. Yang paling mendesak adalah restrukturisasi perekonomian. Jika pemerintahan berikutnya gagal mengurangi inflasi dan meningkatkan kesempatan kerja, kemungkinan besar pemerintahan tersebut akan menjadi sangat tidak populer. Dan tekanan ekonomi terhadap penduduk bisa semakin meningkat.

Pakistan sudah sangat bergantung pada paket penyelamatan dari Dana Moneter Internasional (IMF). Negosiasi berikutnya dengan badan khusus PBB dijadwalkan berlangsung setelah pemerintahan baru mulai menjabat. Kondisi sulit yang dihadapi IMF dapat mendorong perdana menteri berikutnya untuk menaikkan pajak dan menerapkan reformasi yang kemungkinan akan semakin membebani masyarakat.

"Jika pemerintahan koalisi yang lemah muncul, maka pemerintahan tersebut tidak akan mampu memulai reformasi ekonomi yang sangat diperlukan untuk mengembalikan negara ke jalur pertumbuhan dan investasi,” tegas ilmuwan politik Lodhi.

Tantangan besar lainnya bagi pemerintahan berikutnya adalah menghadapi peningkatan serangan militan. Peningkatan tersebut tercatat dalam beberapa bulan terakhir di sepanjang perbatasan dengan Afghanistan dan Iran di Provinsi Balochistan dan Khyber Pakhtunkkhw. Untuk mengatasi ancaman ini, perdana menteri berikutnya mungkin perlu memperkuat pasukan keamanan. Operasi militer di wilayah-wilayah ini tidak dapat dikesampingkan.

Tambahan wawancara dilakukan Haroon Janjua di Islamabad.

(ap/hp)

 

Shamil Shams
Shamil Shams Penulis isu seputar konflik di Afganistan dan Pakistan, dan Asia Selatan.@ImamShamil