1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikPakistan

MA Pakistan Cabut Larangan, Eks PM Sharif Maju Pemilu 2024

9 Januari 2024

MA Pakistan mencabut larangan seumur hidup untuk mengikuti pemilu bagi para politisi yang pernah dihukum karena tindak kriminal. Putusan ini melenggangkan jalan mantan PM Nawaz Sharif untuk kembali mencalonkan diri.

https://p.dw.com/p/4b0SB
Nawaz Sharif hadir di pengadilan di Islamabad, Pakistan
Mahkamah Agung Pakistan mencabut rintangan terakhir bagi Nawaz Sharif untuk maju kembali dalam pemiluFoto: W.K. Yousafzai/AP/picture alliance

Mahkamah Agung Pakistan pada Senin (08/01) secara resmi mencabut larangan seumur hidup untuk mengikuti pemilihan umum (pemilu) bagi para politisi yang pernah dihukum karena melakukan tindak kriminal. Putusan ini membuka jalan bagi mantan Perdana Menteri Nawaz Sharif untuk kembali mencalonkan diri dalam Pemilu Pakistan untuk keempat kalinya.

Ketua Mahkamah Agung Qazi Faez Isa mengatakan bahwa larangan seumur hidup "mengurangi hak fundamental warga negara untuk mengikuti pemilihan umum."

Sharif siap mencalonkan diri pada tanggal 8 Februari

Sharif, 74 tahun, dinyatakan bersalah atas praktik-praktik tidak jujur pada tahun 2017 dan didiskualifikasi dari pencalonannya di bawah larangan tersebut pada tahun berikutnya.

Tahun lalu, pengadilan sempat membatalkan dua vonis tersebut, tetapi ia tetap didiskualifikasi.

Partai Sharif, Pakistan Muslim League-Nawaz (PML-N), disebut-sebut sebagai partai pengusung terdepan untuk memenangkan pemilihan umum yang dijadwalkan pada 8 Februari mendatang.

"Alhamdulillah, hari ini babak kelam ketidakadilan peradilan berupa diskualifikasi seumur hidup yang menjadikan Nawaz Sharif sebagai target balas dendam politik akhirnya berakhir," ujar Marriyum Aurangzeb, pemimpin PML-N, di media sosial.

Saingan utama Sharif, mantan Perdana Menteri Imran Khan, diketahui saat ini sedang menjalani hukuman penjara. Ia juga telah dilarang berpolitik selama lima tahun.

Salah satu pengacara Khan, Intazar Hussain Panjutha, menggambarkan pencabutan larangan seumur hidup pada Senin (08/01) sebagai "kematian hukum dan konstitusi".

ha/rs (Reuters, AFP, AP, dpa)