1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikAsia

Laut Cina Selatan: Cina dan Filipina di Jalur Konfrontasi

26 Oktober 2023

Kedua negara masih bermesraan awal tahun ini. Namun relasi berubah pahit, ketika Filipina mulai mendekat ke AS. Akibatnya, Cina memutar haluan dan sejak itu giat menunjukkan sikap permusuhan.

https://p.dw.com/p/4Y3OK
Insiden tabrakan antara kapal Filipina dan Cina
Insiden tabrakan antara kapal Filipina dan Cina di dekat Gosong Thomas Kedua, 22/10Foto: Chinese Coast Guard/AFP

Sepekan silam, beberapa kapal penjaga pantai Cina bertabrakan dengan sebuah kapal logistik dan penjaga pantai Filipina. Lokasinya di dekat "Gosong Thomas Kedua" yang diperebutkan kedua negara. Beruntung tidak ada korban dalam insiden tersebut.

Buntutnya, kedua negara saling menyalahkan telah melanggar kedaulatan teritorial masing-masing. Gosong yang berjarak kurang dari 200 kilometer dari Filipina itu masuk ke dalam gugusan kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan.

Padahal hingga awal tahun ini, relasi Filipina dan Cina masih terlihat erat, terutama ketika Presiden Ferdinand Marcos Junior bertemu dengan Presiden Cina Xi Jinping di Beijing, Januari silam, dan menekankan "rasa persahabatan" yang menghubungkan kedua negara. Cina sebaliknya menjawab ingin "menyumbangkan energi positif dan stabilitas yang lebih kuat di kawasan."

Secara kongkrit, Cina dan Filipina menyepakati kanal komunikasi darurat antarnegara untuk mencegah eskalasi yang tidak diinginkan di Laut Cina Selatan. Selain itu, Beijing juga menjanjikan investasi senilai USD 22 miliar.

Latgab Militer ASEAN Pertama

Perubahan poros politik

Dua bulan berselang, persahabatan dan energi positif dari Cina menghilang. Maret silam, FIlipina menuduh Cina bertindak kian agresif, antara lain menembakkan laser ke arah kapal penjaga pantai miliknya. Insiden serupa berulang pada bulan Agustus, saat kapal penjaga pantai Cina menembak kapal Filipina dengan meriam air.

Awal Oktober ini, Cina menempatkan hambatan terapung dan menutup akses bagi kapal nelayan Filipina ke dalam Gosong Thomas Kedua. Hambatan tersebut sudah dipindahkan paksa oleh militer Filipina. Namun belum situasinya mereda, kini sudah terjadi insiden tabrakan antara kapal dari kedua negara. "Upaya Manila berkoordinasi dengan Beijing melalui kanal darurat dibiarkan tidak terjawab", kata Menteri Luar Negeri Enrique Manalo.

Bill Hayton dari lembaga wadah pemikir Chatham House di Inggris mengatakan, perubahan kebijakan di Cina bukan cuma menyangkut Gosong Thomas Kedua, tetapi juga bisa dipahami sebagai reaksi Beijing atas perubahan kebijakan luar negeri di Manila. Karena berbeda dengan pendahulunya, Marcos Jr. mengaku dirinya "bertekad bulat untuk bekerja sama dengan Amerika Serikat," untuk "melawan agresi Cina di Laut Cina Selatan."

Pada April 2023, Filipina menyepakati perjanjian pertahanan dengan pemerintah di Washington. Kesepakatan itu antara lain mengizinkan militer AS membuka empat pangkalan baru di wilayah utara, yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan dan berdekatan dengan Taiwan.

Diplomasi publik

Bahwa konflik di LCS kian menyita perhatian publik, adalah bagian dari strategi pemerintahan Marcos Jr. Terutama sejak pengangkatan Jendral Eduardo Ano sebagai pansehat keamanan nasional, kapal-kapal Filipina yang berlayar di LCS dilengkapi tim kamera untuk mendokumentasikan konflik.

"Filipina menggunakan video dan diplomasi publik dengan niat untuk menampilkan betapa sulitnya berurusan dengan Cina," kata Hayton. Tapi menurutnya, keberhasilan strategi itu menyaratkan satu hal, "saya kira, mereka harus menghubungkan konflik di LCS dengan seluruh kawasan dan menjadikannya masalah bagi seluruh kawasan Asia Tenggara, serta mengaitkannya dengan hukum laut internasional."

"Harus dijelaskan secara utuh dimensi regional dan global dari konflik tersebut."

Drone Makin Banyak Digunakan dalam Pertempuran

Solusi terhambat sikap Beijing

"Di atas kertas, solusinya mudah," kata Hayton. Karena semua klaim historis oleh semua negara yang bertikai dipenuhi keraguan, maka semua pihak harus menyepakati status quo, di mana pulau-pulau yang sudah diduduki tidak akan dikembalikan. Adapun masalah soal hak penangkapan ikan atau eksploitasi sumber daya alam, bisa dinegosiasikan menurut "Konfensi Hukum Laut Internasional PBB" atau UNCLOS.

"Faktor terbesar yang menghalangi solusi tersebut adalah Cina sendiri", lanjut Hayton. "Cina bermanuver dengan narasi historis yang kurang bijak, bahwa Cina memiliki seluruh Laut Cina Selatan, meski banyak fakta yang berkata sebaliknya."

Bahwa Cina tidak mengendurkan sikap, terlihat jelas dari jawaban Kedutaan Besar Cina di Jerman atas pertanyaan DW. "Saya ingin tegaskan, bahwa Gosong Thomas Kedua termasuk wilayah kedaulatan Cina. Penempatan kapal perang Filipina di wilayah tersebut sebabnya melawan hukum dan melanggar keutuhan teritorial Cina."

rzn/as