1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

KTT Iklim Kebut Proyek-Proyek Dekarbonisasi dan Nol Emisi

12 November 2022

Dua puluh lima tindakan kolaboratif baru di lima sektor yang akan diajukan dalam konferensi iklim berikutnya di #COP28 untuk mempercepat dekarbonisasi, diluncurkan di KTT Iklim di Mesir. Apa saja terobosannya?

https://p.dw.com/p/4JOVW
Lokasi konferensi iklim, Sharm el Sheik di Cop27
Arena COP27 di MesirFoto: P. Ridwamuddin

Sebuah terobosan diambil dalam Konferensi Tingkat Tinggi Iklim COP27 di Sharm el Sheik, Mesir. Terobosan ini dirancang untuk memangkas ongkos energi dan meningkatkan sektor ketahanan pangan dan bangunan, yang akan ditambahkan ke agenda konferensi iklim tahun depan, COP28.

Di bawah panji-panji Agenda Terobosan, negara-negara yang mewakili lebih dari 50% pendapatan domestif brutto global menetapkan 'Tindakan Prioritas' khusus di lima sektor: listrik, transportasi, logam, meningkatkan produksi hidrogen rendah emisi dan mempercepat peralihan teknologi ke pertanian berkelanjutan. Langkah-langkah ini dirancang untuk memangkas biaya energi, mengurangi emisi dengan cepat, dan meningkatkan ketahanan pangan bagi miliaran orang di seluruh dunia.

Bentuk tindakan di setiap terobosan disampaikan melalui koalisi negara-negara yang berkomitmen – mulai dari negara-negara anggota G7, Komisi Eropa, India, Mesir, Maroko, dan lainnya, dengan didukung oleh organisasi dan inisiatif internasional terkemuka, dan dipelopori oleh kelompok inti pemerintahan-pemerintahan. Upaya ini akan diperkuat dengan dukungan keuangan swasta dan inisiatif industri.

Tindakan prioritas nol emisi

Tindakan prioritas ini mencakup kesepakatan untuk: Mengembangkan definisi umum untuk baja, hidrogen, dan baterai beremisi rendah atau mendekati nol emisi, dengan memastikan kredibilitas dan transparansi dalam pendanaannya. Masalahnya baterai membutuhkan nikel, dan sejauh ini pertambangan nikel di berbagai wilayah di Indonesia dikeluhkan oleh para penduduk sekitar pertambangan, sebagaimana terjadi di Halmahera, Maluku Utara. Seorang warga Teluk Weda di Halmahera, Adlun Fiqri, bercerita kehadiran industri itu di kampung halamannya telah mengubah lanskap alam di sana, "Pertambangan nikel merusak ekosistem di wilayah kami, sedangkan perusahaan nikel ini mengklaim sebagai industri hijau, tapi nyatanya kurang lebih 1.300 kawasan hutan menjadi kawasan industri. Kami amati, setidaknya ada tiga sungai rusak; Sungai Yakesake yang sengaja diubah aliran sungainya dan ditimbun juga, demi kawasan industri nikel ini. Dampak lingkungan lain yang dirasakan warga saat ini di kawasan pesisir: Nelayan semakin jauh wilayah tangkapnya, akibat reklamasi yang dilakukan perusahaan."

Sementara itu, Kampanye Manager WALHI, Fanny Tri Jambore mengungkapkan terdapat 900 ribu hektar lahan yang diberikan sebagai konsesi tambang nikel di Indonesia. "Dari 900 ribu hektar ini, 600 ribu hektarnya ada di dalam kawasan hutan. Padahal ketiga hal utama yang dibutuhkan manusia; udara, dan energi dari pangan, dijaga oleh kawasan hutan. Artinya kerusakan kawasan hutan yang semakin besar itu akan mengancam kehidupan manusia."

Penyebaran proyek infrastruktur

Para pemangku kebijakan yang hadir di KTT Iklim di Mesir juga berencana meningkatkan penyebaran proyek infrastruktur penting termasuk setidaknya 50 pabrik industri skala besar nol emisi. Termasuk pembangkit listrik tenaga hidrogen dan proyek infrastruktur jaringan listrik lintas batas.

Prioritas lainnya adalah bersama-sama menghentikan penjualan mobil dan kendaraan yang berpolusi, sesuai dengan Perjanjian Paris, serta merangsang permintaan global atas barang-barang industri hijau. Hal penting lain yang juga disepakati adalah untuk memperkuat bantuan keuangan dan teknologi secara sistematis kepada negara-negara berkembang dan pasar negara berkembang guna mendukung transisi energi mereka yang didukung oleh berbagai langkah keuangan baru. Termasuk di antaranya program transisi industri khusus pertama di dunia di bawah Dana Investasi Iklim. Tidak ketinggalan, mendorong investasi dalam penelitian, pengembangan dan implementasi pertanian (RD&D) untuk menghasilkan solusi untuk mengatasi tantangan kerawanan pangan, perubahan iklim, dan degradasi lingkungan.

(ap/yp)

 

*Tambahan informasi dari UNFCCC