1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Laporan PBB Ungkap 'Kronik Kekacauan Iklim'

7 November 2022

Pemanasan bumi dan kenaikan air laut terjadi lebih cepat dari sebelumnya dan terus memburuk, ungkap WMO dalam laporan terbarunya. Laporan tersebut digambarkan sebagai "sebuah kronik kekacauan iklim".

https://p.dw.com/p/4J8QK
Banjir Muson di Pakistan.
Banjir muson yang menghancurkan Pakistan pada bulan September laluFoto: Akhtar Soomro/REUTERS

Dalam delapan tahun terakhir, jika proyeksi tahun 2022 dihitung, suhu Bumi telah lebih panas daripada tahun-tahun sebelum 2015, ungkap laporan terbaru dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) pada hari Minggu (06/10). Laporan tersebut dirilis bersamaan dengan Pembukaan KTT Iklim PBB COP27 di Sharm el-Sheikh, Mesir.

"Saat COP27 berlangsung, planet kita mengirimkan sinyal bahaya," kata Sekjen PBB Antonio Guterres. Ia menggambarkan laporan terbaru itu sebagai "sebuah kronik kekacauan iklim."

Bumi telah menghangat lebih dari 1,1 derajat Celsius sejak akhir abad ke-19, di mana sekitar setengah dari peningkatan itu terjadi dalam 30 tahun terakhir, tulis laporan itu.

Menurut Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas, target kesepakatan iklim Paris yang bertujuan untuk menghentikan pemanasan bumi di 1,5 derajat Celsius tidak mungkin tercapai, mengingat tingginya angka karbon dioksida di atmosfer saat ini.

Naiknya permukaan laut

Laporan badan cuaca PBB itu juga mengungkap bahwa akibat dari semakin banyaknya lapisan es dan gletser yang mencair, laju kenaikan permukaan laut ikut meningkat dua kali lipat dalam 30 tahun terakhir, membuat spesies-spesies laut dan puluhan juta penduduk di daerah pesisir dataran rendah menjadi terancam.

Sejak dekade ini dimulai, permukaan air laut naik 5 milimeter per tahunnya, jika dibandingkan dengan kenaikan 2,1 milimeter permukaan air laut pada tahun 1990-an, tulis laporan itu.

Selain itu, suhu permukaan air laut juga telah memecahkan rekor tertingginya pada tahun 2021 silam. Suhu laut disebut memanas lebih cepat dalam 20 tahun terakhir.

Menurut laporan itu, sekitar 90% panas yang terperangkap di Bumi diserap ke lautan, sehingga membuat 2.000 meter permukaan laut bagian atas semakin cepat memanas.

Suhu di lautan itu "akan terus memanas di masa depan, sebuah situasi yang tidak akan dapat diubah dalam skala waktu seratus hingga seribu tahun ," tambah laporan tersebut.

Serentetan bencana

Pada tahun 2022, gelombang peristiwa akibat cuaca ekstrem yang diperparah oleh perubahan iklim dunia, telah menghancurkan banyak komunitas di seluruh belahan Bumi.

Diantaranya adalah gelombang panas yang berlangsung selama kurang lebih dua bulan di wilayah Asia Selatan pada bulan Maret dan April lalu. Diikuti pula oleh bencana banjir besar di Pakistan, yang membanjiri hampir sepertiga wilayah di negara itu, dengan korban meninggal dunia sebanyak 1.700 orang dan membuat 8 juta warganya terpaksa mengungsi.

Di Afrika Timur, tingkat curah hujan berada di bawah rata-rata dalam empat periode musim hujan berturut-turut, sebuah rekor kemarau terpanjang dalam 40 tahun terakhir. Di tahun 2022 ini, krisis kekeringan di negara tersebut diprediksi akan semakin memburuk.

Sementara itu, Cina juga dilaporklan telah mengalami gelombang panas terpanjang dan paling ekstrem dalam sejarah, yang menjadikannya negara dengan musim panas terkering kedua di dunia.

kp/gtp (AP, AFP)