1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Studi: Polusi Metana dari TPA Lambungkan Jejak Emisi Kota

11 Agustus 2022

Sebuah riset untuk pertamakalinya menggunakan citra satelit untuk mengukur emisi gas metana di penampungan akhir sampah organik. Metode tersebut bisa digunakan untuk mendeteksi sumber emisi kota dengan lebih akurat

https://p.dw.com/p/4FPvR
Kebakaran di TPA New Delhi, India, 27/4/2022
Kebakaran di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bhalswa, New Delhi, India, 27/4/2022Foto: Manish Swarup/AP/picture alliance

Ilmuwan menggunakan data satelit dari empat kota metropolitan dunia, yakni Delhi dan Mumbai di India, Lahore di Pakistan dan Buenos Aires di Argentina. 

Dengan menghitung emisi metana dari tempat penampungan akhir sampah (TPA), total emisi di keempat kota tercatat 1,4 hingga 2,6 lipat lebih besar dari yang sebelumnya diperkirakan. 

Metode riset yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Science Advances, Rabu (10/8), itu bisa mempermudah pemerintah kota menentukan sumberpolusidengan lebih akurat.

"Ini adalah kali pertama citra satelit berresolusi tinggi digunakan untuk memantau pusat penampungan limbah dan mengukur emisi metana-nya,” kata Joannes Maasakkers, kepala riset dari Institut Studi Antariksa Belanda.

 "Kami menemukan bahwa TPA, yang relatif berukuran kecil jika dibandingkan seluruh wilayah kota, bertanggungjawab atas sejumlah besar total emisi yang dihasilkan di sebuah area,” imbuhnya.

Deteksi Tempat Sampah Ilegal dengan Buntuti Camar

Gas metana dilepas oleh proses pembusukan limbah organik seperti sampah makanan, kayu atau kertas. Sebab itu pula, TPA dikenal sebagai sumber gas metana terbesar ketiga di dunia, setelah minyak/gas dan pertanian.

Meski hanya menyumbang 11 persen pada total emisi gas rumah kaca di atmosfer Bumi, gas metana lebih ampuh dalam memantulkan panas ketimbang karbondioksida. Ilmuwan memperkirakan setidaknya 25 peren pemanasan global saat ini didorong oleh pelepasan gas metana.

Data satelit peluas pengawasan

Mendeteksi emisi melalui citra satelit termasuk medan penelitian baru. Lantaran kemudahan akses dan kesederhanaan teknis, metode ini kini semakin sering digunakan di seluruh dunia untuk memantau emisi gas rumah kaca. 

Sebab itu studi yang dibuat Maasakkers dkk. diharapkan bisa mendorong organisasi lingkungan memantau sendiri kadar emisi, tanpa lagi harus bergantung pada data pemerintah.

Sampah Sebagai Penghasil Tenaga Listrik

"Cara kerja baru ini menunjukkan betapa pentingnya pengelolaan TPA yang lebih baik, terutama di negara-negara di mana TPA sering mengalami kebakaran dan melepas berbagai jenis polutan berbahaya,” kata Euan Nisbet, peneliti di Royal Holloway, Univeristy of London, yang tidak terlibat pada riset.

Awal tahun ini, kota New Delhi diselimuti asap tebal selama berhari-hari akibat kebakaran di salah satu TPA. Akibat gelombang panas, setidaknya dua TPA di India dilaporkan terbakar tahun ini.

Nisbet mengatakan, pencitraan satelit dan pengukuran di lapangan akan mempermudah ilmuwan mengidentifikasi "siapa yang sebenarnya mengotori Bumi.”

Cina dan India saat ini tercatat sebagai pelepas metana terbesar di dunia, menurut Badan Energi Internasional (IEA). Kedua negara tidak meratifikasi komitmen PBB untuk mengurangi emisi gas metana sebanyak 30 persen pada 2030, dibandingkan level 2020. 

Berbekal teknik teranyar, para ilmuwan mengatakan bakal lebih banyak memantau emisi dari TPA di masa depan. "Bidang studi ini cepat berkembang dan kita sedang menanti datangnya data-data menarik baru,” imbuh Maasakkers.

rzn/yf (ap,afp)