1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Orang Jerman Cukup Bahagia dan Optimistis Tentang Masa Depan

10 Mei 2019

Meskipun banyak berita negatif mengenai perekonomian global, mayoritas warga Jerman ternyata puas dengan kehidupan mereka dan memandang masa depan dengan santai, kata hasil studi Pusat Ilmu Sosial di Berlin, WZB.

https://p.dw.com/p/3IHid
Studierende machen Pause
Foto: picture-alliance

Dua pertiga warga Jerman merasa puas dengan kehidupan individual mereka. Hanya sepertiga yang menyatakan khawatir akan kehilangan pekerjaan, demikian hasil studi pusat penelitian sosial Wissenschaftszentrum Berlin für Sozialforschung (WZB) dan lembaga penelitian opini publik INFAS.

Survei yang hasilnya dirilis hari Kamis (9/5) di harian "Die Zeit" itu dilakukan tahun lalu dengan mewawancarai sekitar 2.070 responden berusia antara 14 dan 80 tahun.

90 persen responden mengatakan bahwa selama 10 tahun ke depan mereka tidak mengharapkan ada perubahan dalam status sosial mereka. Hanya 30 persen yang khawatir kehilangan pekerjaan, jumlah yang sama seperti tahun 2015.

Pekerjaan tetap menjadi prioritas utama, kata responden, dengan 86 persen menggambarkannya "sangat penting." Sebagian besar responden tampaknya santai tentang isu digitalisasi dan perubahan ekonomi. 75 persen responden percaya digitalisasi akan membebani pekerjaan, tetapi hanya 3 persen yang percaya bahwa robot atau komputer akan mengambil alih pekerjaan mereka.

"Orang-orang di Jerman memahami perubahan (yang ada) dalam masyarakat, tetapi membantah bahwa mereka sendiri akan dipengaruhi oleh perubahan itu," kata Profesor Jutta Allmendinger, kepala penelitian dan presiden WZB.

International Day of Happiness

Masyarakat terpecah tetapi dekat dalam sikap

80 persen responden menganggap penting hubungan sosial mereka - melalui keluarga, klub dan pekerjaan. Mereka juga melihat adanya kesenjangan dalam pendapatan antara rumah tangga Jerman. Mereka melihat akses terhadap pendidikan "sangat tidak merata" apalagi kesenjangan dalam distribusi kekayaan, kata Jutta Allmendinger.

Memang masyarakat Jerman menyadari adanya kesenjangan, lanjut Jutta Allmendinger, namun ketika menyangkut nilai dan norma, "kelompok masyarakat yang tampaknya terpecah ternyata (bersikap) berdekatan."

Sikap yang cukup tegas mengenai nilai dan norma ini memberi "alasan untuk berharap dan untuk (menetapkan) agenda politik," tambahnya.

Rosenmontagszug Düsseldorf Motivwagen Toleranz
Motif toleransi di pawai karneval 2019Foto: Imago/B. Strenske

Para responden ditanya apa yang akan mereka jauhi seandainya dilahirkan untuk yang kedua kalinya, dan nilai-nilai apa yang mereka harapkan akan diadopsi generasi mendatang sebagai warisan generasinya. Mereka juga diminta untuk membandingkan kehidupan mereka sendiri dengan apa yang mereka anggap sebagai pandangan "orang lain."

Kurang obsesi dengan kekayaan materi

Para penulis studi itu menyebutkan, kekayaan materi dan pekerjaan atau karir bagi banyak warga Jerman "tidak lagi menjadi motif eksklusif", sebagaimana pengalaman di era-era sebelumnya, seperti di masa pra-perang dan industrialisasi pada abad ke-19.

Saat ini, bagi banyak orang Jerman "bekerja adalah bagian dari kehidupan yang terpenuhi", ujar Allmendinger. Berbeda dengan masa lalu, ketika memiliki pekerjaan dilihat sebagai sarana untuk mengumpulkan harta.

"Banyak dari reponden merasa bahwa mereka tidak perlu menumpuk harta lagi. Namun, mereka ingin bekerja," kata direktur lembaga penelitian ilmiah di Berlin itu.

hp/ts (afp, kna)