1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialIndonesia

Saat Curhat Online ke Orang Asing Lebih Menenangkan

27 Januari 2023

Tarif curhat online yang tumbuh saat pandemi COVID-19 ini relatif terjangkau. Mulai dari Rp20 ribu hingga Rp250 ribu orang sudah bisa meluapkan ganjalan isi hati.

https://p.dw.com/p/4Mk0d
Gambar ilustrasi seorang perempuan menutup muka di depan laptop
Ilustrasi stres dan curhat onlineFoto: ROBIN UTRECHT/picture alliance

Kalau kata orang tua dulu, jangan sering curhat dengan orang asing tapi sama keluarga. Zaman sudah berubah. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat berlindung terkadang jadi tempat paling mengancam. Dalam beberapa kasus, orang lain justru bisa jadi penolong atau setidaknya menjadi pendengar.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Eirene Ericha Sulu, pendiri jasa curhat (curahan hati) online Curhatin Aja kepada seorang perempuan muda di ujung video call.

"Mbak, sorry suamiku pulang," kata perempuan itu. Segera suara 'klik' tanda telepon ditutup terburu-buru terdengar dan meninggalkan Eirene yang ikut merasakan empati dan pilu.

Malam itu, perempuan yang biasa disapa Rene ini baru saja menyaksikan pemandangan yang mengerikan dan menyakitkan: Seorang ibu muda yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Saat bercerita lewat zoom, perempuan itu bertanya apakah Rene bersedia melihat luka akibat KDRT yang ia alami.

"Dia buka rambutnya dan saya lihat ada perban berdarah-darah dari lukanya." Saat melihat itu, Rene mengaku berusaha keras untuk bisa tetap tenang. "Di tengah-tengah cerita, dia bilang suaminya pulang, teleponnya ditutup dan sesi selesai."

Mulai Rp20 ribu sudah bisa curhat

Itu bukan satu-satunya cuhatan tentang keluarga yang beracun atau toxic yang didengarnya. Kasus KDRT maupun kekerasan dalam masa pacaran meningkat selama pandemi COVID-19. Jargon dan hastag #dirumahaja untuk mencegah penyebaran pandemi, justru memperdalam masalah keluarga dan tidak sedikit yang bermasalah secara mental.

"Karena ternyata selama ini banyak orang yang selalu keluar rumah karena menghindari keluarganya, tapi karena imbauan di rumah saja, akhirnya terpaksa tinggal di rumah." Ia bahkan menggambarkan ada seorang mahasiswa yang tidur dengan membawa pisau karena merasa tidak aman tinggal di rumah.

Jasa curhat online Rene dimulai sejak 23 Agustus 2020. Saat itu dia yang baru lulus kuliah di jurusan psikologi tiba-tiba dibombardir dengan banyaknya curhatan dari teman-teman via DM IG. Lama-kelamaan, yang curhat bukan hanya teman-temannya tapi juga orang asing. Lantaran tingginya permintaan soal teman curhat, dia pun memutuskan untuk serius menekuni bisnisnya.

Tarif curhat online ini dibanderol mulai dari Rp20 ribu-Rp250 ribu. Namun tiap Jumat malam sampai Sabtu malam, Curhatin Aja menyediakan layanan curhat gratis. Di masa-masa awal, pelanggannya kebanyakan mahasiswa usia 19-23 tahun. Lama-kelamaan mulai beralih ke ibu muda berusia 30-an. Kebanyakan masalahnya tentang pernikahan dan cinta.

Memang, beberapa kali ada yang curhat tentang masalah keluarganya, umumnya mereka merasa tidak nyaman untuk bicara dengan teman atau bahkan keluarga sendiri.

Terbuka untuk laki-laki dan perempuan

Bagi beberapa orang, cerita masalah pribadi ke orang asing mungkin akan terasa aneh. Bukan cuma karena harus cerita semua permasalahan dari awal tapi juga karena perasaan tidak nyaman karena tak saling kenal.

Menurut Rene, kesadaran masyarakat akan kesehatan mental saat ini sudah cukup besar. Ia pun membuka puntu bagi perempuan dan laki-laki untuk mencurahkan isi hati mereka.

"Justru kadang cowok kasihan karena mereka kuat, nggak boleh nangis, nggak boleh curhat. Di balik kuatnya mereka ada kerapuhan yang besar. Mereka dituntut untuk sekuat itu," ujar perempuan yang baru saja menyelesaikan pendidikan S2 Profesi Psikolog itu.

"Dulunya banyak orang malas curhat sama stranger. Tapi makin ke sini orang makin susah mau percaya siapa? ... Karena kadang sumber masalahnya dari lingkungan terdekatnya sendiri, keluarga." 

Konsultan pun butuh curhat

Meski menjadi teman curhat banyak orang, Rene juga manusia biasa yang punya masalah dan butuh teman curhat. Dua bulan membuka jasa curhat online, Rene mengalami mental breakdown dan saat itu tidak sanggup meneruskan jasa curhat online.

Saat itu dia berpikir bagaimana bisa menyelesaikan masalah orang sedangkan masalah sendiri sudah cukup banyak. "Pas tutup banyak yang chat, 'Kak kapan buka lagi?'" ucapnya. Akhirnya ia pun merasa tidak tega.

Dalam kondisi yang tidak baik-baik saja itu, Rena kembali mencoba mendengarkan curhatan dari orang-orang asing. "Saya pikir saya akan semakin mental breakdown, tapi enggak. Malah jadi seperti ada teman, 'oh kamu tidak sendirian, dan semua orang bermasalah. Manusia saling membutuhkan, jadi akhirnya saya buka lagi."

Berawal dari inisiatifnya sendiri, Rene sekarang dibantu oleh 30 konsultan yang ia kategorikan sebagai helper dan expert. Helper bertugas untuk jadi teman curhat alias hanya mendengarkan saja. Mereka memiliki pendidikan S1 psikologi. Sedangkan expert memiliki pendidikan S2 profesi psikolog dan diizinkan untuk memberi solusi dan berdiskusi untuk mencari jalan keluar. 

Berawal curhat menjadi teman

Kurnia Indra juga menyediakan jasa curhat online. Indra awalnya hanya ikut-ikutan teman untuk 'menyediakan kuping untuk mendengar,' tapi sekarang, dia justru senang dengan kegiatan paruh waktu ini.

Para pengguna jasa curhatnya, ujar Indra, rata-rata hanya ingin didengarkan dan melampiaskan kegundahan mereka. "Karena kalau (cerita) sama yang yang sudah kenal bingung, kalau tidak kenal bisa lebih lega," kata Indra kepada DW Indonesia.

Awalnya Indra tidak menyangka kalau jasanya ini akan banyak peminat. Menjadi pendengar curhat orang kini malah jadi pekerjaan sampingannya tiap malam. "Onlinenya habis pulang kerja. Malam gitu jam 10 sampai 12 malam, pernah sampai subuh juga karena yang ramai jam-jam segitu."

Indra pertama kali bergabung dengan penyedia jasa curhat mulai September 2021. "Awalnya sih join di apps namanya Lita buat mabar (main game bareng) lalu teman saya daftar fitur jasa curhat di apps yang sama. Akhirnya saya ikutan juga."

Setelah mendaftar, Indra tidak langsung mendengarkan curhat pelanggan. Ada wawancara dan training sebelumnya karena dia tidak memiliki latar belakang pendidikan psikologi.

Usai lulus wawancara dan training, Indra dan kawan-kawannya resmi tergabung dalam layanan curhat online tersebut. Kliennya kebanyakan perempuan yang berkutat dengan permasalahan cinta, tidak hanya dari Indonesia tapi juga Korea Selatan dan Jepang.

Soal tarif curhat, ia mengaku bisa menentukan sendiri. Makin tinggi skor keaktifannya bayarannya juga makin tinggi, kata dia.

Namun Indra mengaku bukan hanya kelebihan finansial yang ia dapatkan dari menyediakan jasa ini. "Dari yang awalnya join di apps itu buat cari duit, sekarang ada beberapa orang yang malah justru jadi teman," ujarnya. (ae)

C. Andhika S. Detail, humanis, dan tidak ambigu menjadi pedoman saya dalam membuat artikel yang berkualitas.