1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Peluang Jabatan Ganda Komjen Firli, Ancaman Serius Bagi KPK

27 November 2019

Komjen Firli Bahuri mengatakan tak ada aturan yang menyebut dirinya harus mundur dari kepolisian bila menjabat pimpinan KPK. Sementara Kapolri Jenderal Idham Azis pastikan akan copot Firli dari jabatan strukturalnya.

https://p.dw.com/p/3TobA
Indonesien Firli Bahuri
Foto: detikcom/Rachman Haryanto

Komjen Firli Bahuri yang telah ditetapkan oleh Komisi III DPR RI menjadi Ketua KPK periode 2019-2023, mengatakan tidak ada aturan yang mengharuskan dirinya mundur dari Polri.

"Aturan sampai saat ini nggak ada yang mengharuskan saya untuk pensiun (dari Polri), kita adalah pegawai negeri," kata Firli di Polda Sumatera Selatan, Selasa (26/11/2019), seperti dilansir dari detikcom.

Firli saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Polri. Dia sebelumnya pernah menjabat Kapolda Sumsel selama kurang-lebih lima bulan.

Ia akan dilantik menjadi ketua KPK periode 2019-2023 pada 20 Desemeber 2019. Bila tidak juga mundur dari jabatannya sebagai Kabarkaham Polri, maka Komjen Firli akan rangkap jabatan.

Lantas bagaimana bila petinggi KPK juga menjabat sebagai anggota polisi aktif?

Langgar kode etik

Menurut pakar hukum pidana Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, keputusan itu melanggar kode etik.

“Hal-hal yang berkaitan jabatan ganda dan segala macamnya itu kan sesuatu yang mestinya dihindari oleh setiap pejabat di republik ini. Karena ini panggilannya lebih ke filosofi dan etik. Memang etika seorang penyelenggara negara itu yang kemudian dipertanyakan bila dia melakukan jabatan ganda,” ujar Feri.

Ia menambahkan bahwa dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian disebutkan kepolisian memiliki dua atasan, yakni presiden dan Kapolri. Maka sebagai anggota kepolisian, Komjen Firli memiliki kewajiban untuk melapor atau tunduk kepada atasannya.

“Kan susah kalau status Komjen Firli masih sebagai anggota kepolisan karena dia harus melaporkan segala tindak tanduknya kepada atasannya yaitu Kapolri,” tambah Feri.

Joko Widodo
Presiden punyai kuasa meminta Komjen Firli mundur dari jabatan struktural di kepolisian sebelum menjabat pimpinan KPKFoto: Muchlis Jr/Biro Pers Sekretariat President

Presiden bisa desak

Desakan agar Komjen Firli mundur dari jabatannya di kepolisian terus bermunculan. Menurut Feri, bila tidak ada inisiatif pribadi dari Komjen Firli untuk mundur, maka Presiden yang bisa mendesak hal ini. Presiden bisa melakukannya untuk menjaga prinsip profesionalitas kinerja sebuah lembaga negara.

“Sebagai atasan langsung kepolisian mestinya Pak Jokowi menyikapinya langsung dengan meminta agar pak Firli mengundurkan diri, kan dia atasan pak Firli di kepolisian. Kalau memang ada tujuan ingin menjaga independensi KPK mestinya presiden memerintahkan bawahannya, yakni pak Firli, untuk mundur,” ujarnya kepada DW Indonesia.

Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1999, tentang penyelenggara negara yang bebas dan bersih dari KKN, disebutkan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan jabatan ganda dan segala macamnya menjadi sesuatu yang harus diperhatikan pejabat publik.

Namun Feri meragukan Presiden Jokowi akan mengambil tindakan meminta Komjen Firli untuk mundur dari jabatannya di kepolisian.

“Tidak terjadi, karena mungkin harapan Presiden Jokowi dengan status sebagai polisi tentu dia merupakan bawahan langsung dari Presiden Jokowi dan bisa memerintahkan dia kapan saja,” jelasnya.

Ancaman bagi KPK

Melihat status Komjen Firli yang berpeluang rangkap jabatan, Feri menilai hal tersebut akan menjadikan KPK sebagai subordinasi dari kepolisian. Ia mengatakan bahwa posisi KPK akan semakin terancam, terlebih dengan akan dibentuknya dewan pengawas.

“Dan seluruh alat gerak KPK sekarang berada di bawah pimpinan polisi. Dan itu tentu jadi ancaman serius terutama bila berkaitan dengan kasus yang melibatkan kepolisian,” jelasnya.

Secara prinsip kajian hukum tata negara, semakin banyak kekuasaan maka akan semakin banyak penyimpangan. Semakin absolut kekuasaan maka pasti terjadi penyimpangan. Maka menurut Feri, bila ada dualisme jabatan, bisa dipastikan penyimpangan dalam penerapan jabatan cenderung terjadi.

Sementara menurut Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis, Komjen Firli Bahuri tetap bisa menjadi personel Polri meski dia terpilih sebagai ketua KPK. Hanya saja, Komjen Firli perlu melepaskan jabatan strukturalnya di kepolisian. Idham mengacu kepada aturan Komisi Pemberantasan Korupsi yang direvisi beberapa waktu lalu.

“Anggota Polri yang diangkat sebagai pimpinan KPK dalam hal ini Kabaharkam itu tidak harus mengundurkan diri sebagai anggota Polri, tapi harus diberhentikan dari jabatannya,” kata Idham, seperti dilansir dari Tirto, mengacu pada pasal 29 UU No. 30 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sebelumnya, pada Rabu (20/11), komisi III DPR mengadakan rapat dengam Kapolri. Dalam rapat itu, Kapolri Jenderal Idham Azis memastikan akan ada rotasi lanjutan pengganti Firli sebagai Kabaharkam bila nanti resmi dilantik menjadi pimpinan KPK. (pkp/hp)