1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Persamaan HakPrancis

Mengapa Prancis Kukuhkan Hak Aborsi dalam Konstitusinya?

Monir Ghaedi
5 Maret 2024

Dibandingkan dengan negara Barat lainnya, Prancis dukung penuh hak kebebasan aborsi. Anggota parlemen Prancis bertekad untuk mengukuhkannya.

https://p.dw.com/p/4dAND
Protes dukungan terhadap hak-hak aborsi dalam konstitusi di Prancis
Partai-partai dan aktivis Prancis mendukung hak aborsi masuk ke dalam KonstitusiFoto: Michel Stoupak/NurPhoto/picture alliance

Anggota parlemen Prancis telah menggelar sidang khusus dan memberikan suaranya untuk mengamandemen Konstitusi, menjadikan Prancis sebagai negara pertama di dunia yang mengukuhkan hak kebebasan untuk melakukan aborsi ke dalam konstitusinya.

Pertemuan khusus ini menyusul langkah penting Senat Prancis, yang telah memberikan suaranya pada Rabu, 28 Februari 2024, untuk menjamin hak aborsi masuk secara konstitusional.

Momen ini menandai puncak dari proses parlementer yang dimulai pada 24 November 2022 lalu, ketika Majelis Nasional, atau majelis rendah Parlemen Prancis, mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) yang diusulkan oleh partai sayap kiri La France Insoumise (LFI).

Berikut ini adalah beberapa poin penting tentang kampanye kebebasan aborsi di Prancis dan perbandingannya dengan negara-negara lain di Eropa.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Hak aborsi begitu populer di Prancis, bahkan di kalangan politisi sayap kanan

Dalam sesi pertemuan pada akhir Januari 2024 lalu, anggota Majelis Nasional Prancis sangat mendukung dikukuhkannya "kebebasan untuk melakukan aborsi" dalam konstitusi negara itu.

Dari sekitar 500 anggota parlemen yang memberikan suaranya, hanya 30 anggota parlemen konservatif dan independen yang menentang RUU tersebut.

Dalan beberapa survei, Publik di Prancis juga sangat mendukung hak kebebasan aborsi. Menurut jajak pendapat tahun 2022 oleh Prancis IFOP, sekitar 86% warga Prancis mendukung dikukuhkannya hak aborsi ke dalam konstitusi.

Partai Rally Nasional yang berhaluan kanan juga turut mendukung hak kebebasan aborsi, namun hal itu masih menjadi topik kontroversial di dalam kelompok mereka. Dari 88 anggota parlemennya, 46 orang memilih untuk mendukung adanya perubahan, termasuk pemimpin partai Marine Le Pen. Sementara 12 anggota parlemen menentangnya, dan 14 lainnya memilih abstain.

Pil aborsi mifepristone
Prancis adalah salah satu negara pertama yang melegalkan penggunaan Mifepristone sebagai obat aborsiFoto: Charlie Riedel/AP/picture alliance

Sejarah panjang Prancis dalam mendukung hak aborsi

Sebelum 2022, kebanyakan anggota parlemen tidak menganggap ditambahnya hak aborsi ke dalam konstitusi itu diperlukan, karena perempuan sudah memiliki hak dan akses untuk melakukan aborsi.

Tindakan mengakhiri kehamilan secara sukarela itu menjadi legal di Prancis pada 1975, di bawah undang-undang "Simone Veil”, yang didukung oleh menteri kesehatan saat itu. Undang-undang tersebut mengizinkan aborsi hingga minggu kesepuluh kehamilan.

Hingga pada 2001, perizinan itu diperpanjang hingga minggu kedua belas kehamilan dan kemudian pada 2022 berubah kembali menjadi hingga minggu keempat belas kehamilan. Sejak 1980-an, prosedur aborsi telah ditanggung oleh sistem kesehatan nasional Prancis.

Mahkamah Agung turun tangan dalam sengketa pil aborsi
Langkah Prancis mengukuhkan kebebasan aborsi dalam konstitusi dianggap sebagai respon terhadap keputusan negara lainnyaFoto: ANDREW CABALLERO-REYNOLDS/AFP

Bagaimana Prancis dibandingkan dengan AS dan Eropa

Para pegiat hak kebebasan aborsi memuji amandemen konstitusi Prancis sebagai langkah terobosan yang mendukung hak-hak reproduksi perempuan melawan arus balik dan kemunduran politik.

Didukung oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron, RUU Prancis ini merupakan respons telak bagi Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) yang memutuskan untuk mencabut hak aborsi di negara itu pada 24 Juni 2022 lalu.

Setelah keputusan itu, beberapa negara bagian di AS juga turut melarang tindakan aborsi secara langsung, dengan adanya sedikit pengecualian dan pemberlakukan super ketat pada aksesnya.

Bahkan di Eropa, ada kecenderungan untuk meliberalisasi undang-undang hak aborsi, meskipun kondisi akses terhadap prosedur itu begitu bervariasi di berbagai negara. Batas hukum sampai usia kehamilan berapa seseorang dapat melakukan aborsi, itu juga bervariasi. Di Belanda hingga 24 minggu kehamilan, 18 minggu kehamilan di Swedia, 14 minggu kehamilan di Prancis dan Luksemburg, serta 12 minggu kehamilan di Irlandia dan Denmark.

Di beberapa negara anggota Uni Eropa, gerakan populis sayap kanan juga telah menerapkan kebijakan yang bertujuan untuk membatasi atau mempersulit akses terhadap aborsi. Di Malta, aborsi dilarang kecuali dalam kasus-kasus yang mengancam nyawa ibu atau janinnya.

Demikian pula di Polandia, keputusan Mahkamah Konstitusi pada 2020 melarang aborsi dengan alasan cacat janin, yang secara efektif memberlakukan larangan itu pada awal 2021. Terkecuali pada kasus-kasus pemerkosaan, inses, atau ancaman terhadap nyawa sang ibu.

Sebenarnya, Polandia siap untuk melonggarkan larangan aborsi itu secara total, tetapi Presiden Andrzej Duda yang berhaluan kanan masih memiliki hak vetonya untuk menentang langkah tersebut.

Di Hungaria, meskipun aborsi pada kehamilan hingga 12 minggu telah legal sejak 1953, peraturan itu kemudian diperketat pada tahun 2022. Perempuan yang ingin melakukan aborsi diharuskan mendengarkan detak jantung janinnya terlebih dahulu, dan sesi konseling wajib dilakukan.

Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni yang berhaluan kanan justru menentang hak kebebasan aborsi, tapi dia berjanji untuk tidak mengubah undang-undang yang sudah ada. Meloni telah berulang kali menyatakan bahwa dia ingin memberikan "hak untuk tidak melakukan aborsi" kepada perempuan dan memastikan bahwa pilihan lain ada untuk mereka.

Sementara itu, di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik seperti di Spanyol, Malta, dan Hungaria, kebanyakan para dokter dan penyedia layanan kesehatan menolak untuk melakukan tindakan aborsi dengan alasan moral atau agama, sehingga membatasi akses perempuan untuk melakukan prosedural itu dengan aman.

Sebuah survei pada 2023 di 24 negara anggota Uni Eropa mengungkapkan bahwa sekitar 71% orang dewasa mendukung aborsi legal di sebagian besar atau semua kasus, sementara sekitar 27% menentangnya. (kp/rs)