1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiIndonesia

Kereta Cepat Whoosh Baru akan Balik Modal 70 Tahun Lagi?

13 Oktober 2023

Indonesia tengah berbangga hati karena baru saja memiliki kereta cepat nan kinclong. Namun, benarkah Whoosh baru balik modal 70 tahun lagi?

https://p.dw.com/p/4XTTJ
Kereta cepat Whoosh
Kereta cepat WhooshFoto: Willy Kurniawan/REUTERS

Kereta cepat Jakarta-Bandung sudah diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin, 2 Oktober 2023 di stasiun Halim, Jakarta Timur. Kereta baru ini disebut-sebut sebagai kereta cepat pertama di Indonesia dan Asia Tenggara. Namanya: Whoosh.

Awalnya, Whoosh adalah singkatan dari Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Handal. Namun kepanjangan ini sempat menimbulkan kontroversi lantaran dianggap tak mengikuti kaidah EYD. Dalam kata bakunya, 'Handal' seharusnya andal. Oleh karenanya, singkatannya pun berubah menjadi Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Hebat.

Menurut laman KCIC, Kereta Cepat Jakarta-Bandung menggunakan generasi terbaru CR400AF. Kereta ini memiliki panjang trase 142,3 km yang terbentang dari Jakarta hingga Bandung. Ada empat stasiun pemberhentian: Halim, Karawang, Padalarang, dan Tegalluar dengan satu depo yang berlokasi di Tegalluar. Setiap stasiun akan terintegrasi dengan moda transportasi massal di setiap wilayah.

"Kereta Cepat Jakarta Bandung ini menandai modernisasi transportasi massa kita yang efisien, ramah lingkungan, dan terintegrasi dengan moda transportasi lainnya, maupun terintegrasi dengan TOD (Transit Oriented Development)," ujar Presiden Jokowi dikutip dari laman maritim.go.id.

Biaya proyek Whoosh membengkak di tengah jalan

Kereta yang bisa berlari dengan kecepatan wus-wus ini memang jadi suatu kebanggaan. Namun di sini lain, kontroversi soal biaya yang membengkak juga mencuat. Dalam berbagai media disebutkan bahwa megaproyek kereta api ini dibangun dengan total anggaran US$7,2 miliar atau Rp108 triliun. Padahal sebelumnya, biaya yang dibutuhkan adalah sekitar US$5,13 miliar atau Rp76 triliun.

Menanggapi hal ini, ekonom dari Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan bahwa pembengkakan biaya ini muncul lantaran beberapa alasan.

"Yang pertama muncul karena biaya yang tak terduga di tengah jalannya. Ini yang disebut sebagai cost of run. Alasan kedua adalah karena yang harusnya sampai ke Bandung, akhirnya cuma sampai ke Tegalluar. Dan itu yang membuat proyeksi ke depan akan menurunkan juga jumlah passenger rate-nya atau penerimaan dari tiket," kata Bhima kepada DW Indonesia.

Kereta Cepat Whoosh
Masyarakat masih bisa menikmati layanan kereta cepat Whoosh hingga 16 Oktober 2023. "Yang jadi pertanyaan, nanti setelah komersil apakah masih akan diminati?" ujar Bhima Yudhistira dari CeliosFoto: Willy Kurniawan/REUTERS

"Nah, yang berikutnya lagi ternyata ada impor teknologi, impor besi baja, kemudian penggunaan tenaga kerja asingnya banyak sekali. Itu juga turut membengkakan anggaran." 

Bhima menambahkan, pembengkakan ini akan menyebabkan masalah bagiperekonomian Indonesia. Hal ini karena kondisi keuangan Kereta Api Indonesia, yang disebutnya meskipun sudah punya laba, harus tersedot untuk kereta cepat Whoosh.

"Tidak bisa menutup beban untuk pengoperasian, dan akhirnya meminta jaminan dari BUMN dan juga meminta penyertaan modal negara. Yang artinya, proyeknya tidak lagi B2B, tapi government to business antara Government Indonesia dengan China Development Bank."

Punya kereta cepat baru, apakah kita 'panasan'?

Lalu, benarkah kereta cepat Whoosh jadi kebutuhan masyarakat saat ini?

Bak sulit membedakan antara keinginan dan kebutuhan, Bhima menyebut bahwa ini adalah investasi jor-joran dan demi branding sebagai salah satu negara pertama di Asia Tenggara yang punya kereta cepat.

"Nanti kalau misalkan passenger rate-nya rendah ternyata, apalagi karena tadi tidak terintegrasi dengan transportasi lainnya harus pindah ke kereta sampai ke Bandung kota misalnya, itu nanti justru branding-nya jadi negatif. Jadi blunder bagi pemerintah," kata Bhima kepada DW Indonesia.

Hal senada juga diungkapkan ekonom Indef Esther Sri Astuti Soeryaningrum Agustin kepada DW Indonesia. Esther menyebut proyek ini "terlalu maksa."

"Ini seperti Indonesia ini panasan. Lihat tetangga punya mobil baru, panas. Padahal nggak tahu dia punya mobil baru karena sudah settle ekonominya. Tapi Indonesia yang belum settle ekonominya juga mau punya mobil baru," ucapnya.

Perbaikan infrastruktur memang dapat menjadi upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Hanya saja, kata Esther, jangan memaksakan diri. 

Kereta Cepat Whoosh: Benarkah Diperlukan Warga Saat Ini?

Waspada ancaman jebakan utang

Pembengkakan dan perubahan anggaran yang pada akhirnya harus mengusik dana APBN ini akan menyebabkan Indonesia masuk dalam jebakan utang, ujar Bhima.

"Jadi ada dua teori, yang satu hidden debt, karena seolah utangnya berbentuk business to business, padahal pelibatan terhadap APBN-nya cukup besar. Yang kedua adalah debt trap (jebakan utang). Karena kalau sampai tidak mampu membayar, APBN pun terlibat. Tapi kan APBN punya prioritas lain bisa jadi dilakukan divestasi, alias ditawarkan kepada pengelola lain kereta cepatnya. ... Jadi ini model dari Belt and Road Initiative yang terjadi di banyak negara. Harusnya sih pemerintah sadar dari situ."

Awalnya, dana APBN disebut-sebut tak bakal diusik-usik pemerintah untuk membiayai kereta cepat. Hal ini juga diatur dalam Perpres Nomor 107 Tahun 2015, pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung dilarang menggunakan anggaran pendapatan belanja negara (APBN).

Namun, semuanya berubah dalam Perpres Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubatan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Saranan Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.

Isi Pasal 4 ayat 2 tersebut adalah Pendanaan lainnya sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c dapat berupa pembiayaan dari APBN dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal.

Kereta kinclong baru balik modal 70 tahun lagi?

Menurut Esther, penambahan utang negara akibat kereta cepat ini membuat pemerintahan periode saat ini menjadi periode pemerintahan dengan utang terbanyak. Senada dengannya, Bhima juga menyebutkan bahwa pembengkakan biaya ini juga menjadikan kereta Whoosh sebagai proyek paling mahal di sektor transportasi.

"Sudah dibangun dengan biaya yang sangat mahal, negosiasi, cost of run itu, bunganya ternyata juga tinggi sekali kan. Tinggi sekitar 3,4%. ini salah satu proyek yang paling mahal di sektor transportasi misalnya dibandingkan MRT dari Jepang ya pembangunan MRT dengan pinjaman Jepang bunganya 0,1%."

Menurut perhitungan kasar kedua ekonom ini, kereta cepat Jakarta-Bandung diprediksi tak bakal balik modal atau dapat laba dalam waktu singkat.

Esther memprediksi tak bakal balik modal sampai 100 tahun dan membenarkan ucapan ekonom Faisal Basri di harian Kompas bahwa kereta cepat Whoosh tidak akan balik modal sampai kiamat. Namun Bhima sedikit lebih optimistis. Menurutnya, jika sejumlah kondisi terpenuhi, balik modal bisa dicapai dalam waktu 70 tahun. 

"Kalau hanya menghitung dari pendapatan tiket mungkin baru 70 tahun, dengan catatan full penumpang terus setiap perjalanan dan tiap hari. Tapi kalau sama operasional, maintenance dari kereta cepatnya mungkin butuh waktu lebih lama lagi dari 70 tahun."

"Sudah kepalang tanggung, jadi harus dapat pendapatan nontiket atau pengembangan wilayah di sekitarnya. Wilayah komersil, tempat wisata baru, perkantoran baru terutama di Halim untuk menutup pendapatan dan occasional dari kereta cepat. Dan juga memikirkan kembali untuk melanjutkan kereta cepat sampai Surabaya. Karena akan mengalami hal yang hampir sama nanti." (ae)

C. Andhika S. Detail, humanis, dan tidak ambigu menjadi pedoman saya dalam membuat artikel yang berkualitas.