1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Indonesia dan AS Gelar Latihan Militer, Cina Meradang

Rahka Susanto
4 Agustus 2022

Selama 14 hari, Indonesia dan AS gelar latihan militer yang melibatkan negara sekutu AS di kawasan Indo-Pasifik. Cina menyebut latihan ini sebagai ancaman.

https://p.dw.com/p/4F5yg
Kapal Perang AS di Laut Cina Selatan
Klaim antar-negara di kawasan Laut Cina Selatan memicu ketegangan di Indo-pasifikFoto: Christine Montgomery/U.S. Navy/Zumapress/imago images

Ribuan pasukan dari berbagai negara mengikuti latihan gabungan bertema Super Garuda Shield yang berlangsung selama dua pekan di pulau Sumatera dan Kepulauan Riau. Latihan gabungan ini sebelumnya digagas oleh TNI yang bekerja sama dengan militer Amerika Serikat.

Dalam latihan gabungan tahun ini, selain Indonesia dan AS, militer dari Jepang, Australia, dan Singapura juga turut bergabung dalam latihan yang dimulai pada 1 Agustus. Latihan bersama ini menandakan hubungan yang lebih kuat di tengah meningkatnya aktivitas maritim oleh Cina di kawasan Indo-Pasifik.

Wujud dukungan Indo-pasifik yang terbuka

Latihan yang diikuti lebih dari 5.000 pasukan ini menjadikannya sebagai latihan terbesar, sejak program latihan tahunan ini digelar sejak tahun 2009. Kedutaan Besar AS di Jakarta menyebut latihan tersebut dirancang untuk memperkuat interoperabilitas, kemampuan, kepercayaan, dan kerja sama dalam mendukung Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.

"Ini adalah simbol ikatan AS-Indonesia dan hubungan yang berkembang antara pasukan darat di wilayah penting ini,” ungkap Jenderal Charles Flynn, Komandan Jenderal Angkatan Darat AS Pasifik. Ia juga menyebut, "Karena pasukan darat adalah perekat yang menyatukan arsitektur keamanan kawasan.”

Latihan yang berlangsung hingga 14 Agustus ini dibuka setelah Kementerian Pertahanan Cina mengatakan bahwa mereka akan melakukan serangkaian operasi militer yang ditargetkan untuk "menjaga kedaulatan nasional" sebagai tanggapan atas kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan. Di sisi lain, Cina juga semakin tegas atas klaimnya atas hampir seluruh Laut Cina Selatan.

Jenderal AS Mark Milley, ketua Kepala Staf Gabungan, mengatakan jumlah penyadapan oleh pesawat dan kapal Cina di kawasan Pasifik terhadap AS dan pasukan mitra lainnya telah meningkat secara signifikan selama lima tahun terakhir, dan jumlah interaksi yang tidak aman telah meningkat dengan proporsi yang sama.

"Pesannya adalah militer Cina, di udara dan di laut, telah menjadi lebih agresif secara signifikan di wilayah ini,” papar Milley bulan lalu selama perjalanan ke Indo-Pasifik, termasuk di Indonesia.

Milley mengatakan, Indonesia secara strategis sangat penting bagi kawasan ini dan telah lama menjadi mitra utama AS. Awal tahun ini, AS menyetujui penjualan jet tempur canggih senilai 13,9 miliar dolar AS ke Indonesia.

Ketegangan di Indo-Pasifik

Indonesia dan Cina menikmati hubungan yang umumnya positif. Pemerintah Indonesia telah menyatakan keprihatinannya tentang perambahan Cina di zona ekonomi eksklusif Indonesia di Laut Cina Selatan. Beijing mengklaim kawasan Laut Cina Selatan sebagai wilayah historis yang merupakan wilayah kedaulatan Cina.

Latihan yang diperluas dengan melibatkan sejumlah negara di kawasan Indo-Pasifik dipandang oleh Cina sebagai ancaman. Media pemerintah Cina menuduh AS membangun aliansi Indo-Pasifik, mirip dengan NATO, sebagai sarana untuk secara sengaja memprovokasi konflik.

Sementara pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie, menilai Latihan militer antara Indonesia dengan AS dan aliansinya berpotensi memicu ketegangan baru di kawasan. "Yang perlu dipertanyakan adalah mengapa latihan gabungan ini hanya diikuti oleh negara-negara aliansi Amerika Serikat? Tentu saja ini berpotensi menimbulkan pertanyaan di mata Cina.” Kepada DW Indonesia, Connie juga mengatakan, ”Indonesia seharusnya mampu memainkan perannya secara non-blok dengan juga mengundang negara-negara di luar sekutu AS untuk menjalankan latihan militer."

Sementara, pasukan Jepang berpartisipasi untuk pertama kalinya dalam latihan tersebut, dengan mengatakan bahwa itu mempromosikan visi keamanan dan perdagangan Indo-Pasifik yang "bebas dan terbuka” dengan AS dan negara-negara demokrasi lainnya di kawasan itu.

rs/yf (AP)