1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dibayangi Konflik Myanmar, ASEAN di Persimpangan Jalan

9 Mei 2023

ASEAN berprinsip tidak saling ikut campur dalam urusan dalam negeri. Di bawah bayangan konflik Myanmar dan sikap agresif Cina, organisasi ini dinilai berada di persimpangan jalan.

https://p.dw.com/p/4R4ZK
Bendera negara-negara ASEAN di gedung ASEAN di Jakarta
Bendera negara-negara ASEAN di gedung ASEAN di JakartaFoto: Achmad Ibrahim/AP Photo/picture alliance

Negara-negara Asia Tenggara dinilai tengah berada di persimpangan jalan. Pasalnya, meningkatnya kekerasan di Myanmar yang dikuasai junta dan tindakan agresif Cina di Laut Cina Selatan menjadi tema yang membayangi Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (KTT ASEAN). Pada hari Selasa (09/05) para diplomat tertinggi ASEAN berkumpul Labuan Bajo, Nusa Tenggara Barat, untuk menyelesaikan agenda menjelang pertemuan puncak para kepala negara yang dijadwalkan berlangsung hingga Rabu, 11 Mei 2023. ASEAN telah lama dikecam oleh para kritikus sebagai macan ompong karena tidak mengambil tindakan lebih keras untuk mengakhiri kekerasan di Myanmar.

Prinsip untuk tidak saling ikut campur dalam urusan dalam negeri ini muncul saat ASEAN didirikan tahun 1967 di era Perang Dingin. ASEAN berjuang agar tidak terjerat dalam persaingan Blok Barat maupun Timur. Namun situasi geopolitik saat ini telah jauh berubah.

Preferensi keanggotaan ASEAN kini pun beragam. Kamboja, Laos, dan Myanmar secara geopolitik membangun hubungan erat dengan Beijing, sementara Filipina adalah sekutu erat Washington di Asia dan baru-baru ini mengizinkan perluasan kehadiran militer Amerika di negaranya. Negara lainnya seperti Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam sama-sama berhubungan erat dengan Cina dan AS.

"ASEAN ingin tetap terbuka, bekerja sama dengan siapa saja," kata Presiden Indonesia Joko Widodo, sebagai ketua ASEAN tahun ini. "Kami juga tidak ingin ASEAN menjadi proxy siapa pun," ujarnya.

Myanmar jadi tantangan terbesar ASEAN

Myanmar dilanda kekerasan sejak kudeta militer menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi pada 2021. Lebih dari 3.450 warga sipil tewas sejak peristiwa kudeta tersebut, ribuan lainnya masih dipenjara, menurut data Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, yang menghitung jumlah korban dan penangkapan terkait dengan represi oleh pemerintah militer.

Serangan udara di sebuah desa di kubu pemberontak bulan lalu yang dilaporkan menewaskan sekitar 170 orang memicu kecaman global. Serangan ini juga memicu seruan agar ASEAN mengambil tindakan lebih keras untuk mengakhiri kekerasan, termasuk seruan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.

ASEAN sempat memimpin upaya diplomatik untuk menyelesaikan krisis tersebut. Namun upaya ini tidak berhasil, karena junta mengabaikan kritik internasional dan menolak untuk melangsungkan dialog dengan lawan politiknya.

"ASEAN berada di persimpangan jalan," Mahfud MD, menteri koordinator politik, hukum dan keamanan Indonesia, memperingatkan Selasa pada hari pertama KTT. "Krisis demi krisis tengah menguji kekuatan kita sebagai komunitas. Dan kegagalan untuk mengatasinya akan berisiko membahayakan relevansi kita," ujar Mahfud MD dalam sambutannya, Myanmar termasuk di antara keadaan darurat yang dihadapi blok tersebut.

Di bawah tekanan internasional untuk berbuat lebih banyak guna mengatasi kekerasan, para pemimpin ASEAN memutuskan untuk tidak mengundang jenderal tertinggi Myanmar ke KTT, dan hanya mengizinkan kehadiran perwakilan nonpolitik. Penguasa pimpinan militer Myanmar memprotes tindakan tersebut sebagai pelanggaran terhadap kebijakan non-interferensi.

"Singkatnya, organisasi ini sekarang sedang menghadapi krisis eksistensial," kata Richard Heydarian, dosen hubungan internasional di Universitas Filipina yang dikelola pemerintah. 

Diplomasi senyap hadapi Myanmar

Tekanan untuk bertindak lebih jauh kembali meningkat pada Minggu (07/05) menyusul serangan terhadap konvoi kendaraan yang membawa diplomat dan pejabat untuk mengoordinasikan bantuan kemanusiaan ASEAN di Myanmar.

Seorang diplomat asing di Yangon mengatakan diplomat dari kedutaan besar Indonesia dan Singapura berada dalam kelompok itu. Singapura mengonfirmasi dua anggota staf dari kedutaan besarnya di Yangon berada dalam konvoi itu tetapi tidak terluka.

Indonesia dan Singapura mengutuk serangan terhadap konvoi ini dan menyerukan diakhirinya kekerasan, serta adanya komitmen untuk berdialog antara kelompok yang bertikai.

Media pemerintah Myanmar pada hari Selasa mengatakan "teroris" dengan senjata kecil menyerang sebuah konvoi yang mengirimkan pasokan untuk orang-orang terlantar di Kota Hseng di Myanmar utara pada 7 Mei.

Dikatakan tidak ada yang terluka dan menunjukkan gambar truk pickup dengan kerusakan ringan, termasuk pecahan kaca dari peluru. Masih belum jelas siapa dalang di balik insiden tersebut dan masih belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab.

Sebelumnya pada hari Jumat, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan bahwa Indonesia menggunakan "diplomasi senyap" untuk berbicara dengan semua pihak yang terlibat konflik Myanmar dan memacu upaya tercapainya perdamaian.

ae/hp (AP, AFP, reuters)