1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
IptekJepang

Bagaimana Membuat Bangunan Lebih Tahan Guncangan Gempa?

Sushmitha Ramakrishnan
5 Januari 2024

Ketika terjadi gempa bumi, tingginya angka kematian biasanya disebabkan oleh keruntuhan bangunan, bukan guncangan gempanya. Jadi bagaimana membuat bangunan lebih tahan gempa?

https://p.dw.com/p/4arLz
Pemandangan Kota Wajima, Jepang, usai dihantam gempa 1 Januari 2024
Pemandangan Kota Wajima, Jepang, usai dihantam gempa pada 1 Januari 2024Foto: Kyodo News/IMAGO

Gempa bumi kuat yang mengguncang Jepang tanggal 1 Januari lalu dengan magnitudo 7,6, secara statistik "hanya" menelan korban jiwa sangat kecil. Sampai berita ini diturunkan, tercatat 84 korban meninggal, puluhan dinyatakan hilang, dan 330 orang cedera. Para pakar gempa bumi memperkirakan, konstruksi rumah dan bangunan di Jepang yang dirancang "tahan gempa" menjadi kunci dari kecilnya jumlah korban jiwa. Sebagai pembanding, gempa berkekuatan relatif sama yang mengguncang Turki awal 2023, menewaskan sekitar 46.000 orang.

Sejauh ini diketahui, penyebab utama kematian dalam gempa bumi, bukanlah tanah yang berguncang, melainkan atap dan tembok bangunan yang runtuh. Mengapa bangunan runtuh? Gempa bumi menyebabkan bangunan meregang, bergeser, dan mengalami tekanan. Pergeseran terjadi ketika sejumlah gaya yang tidak selaras bekerja pada berbagai bagian bangunan. Gaya-gaya yang tidak beraturan ini dapat bekerja pada bangunan dari sisi ke sisi dan pada sepanjang bangunan.

Meskipun dinding batu dan bata dapat menahan beban tekanan dengan sangat baik, dinding akan retak dan runtuh saat terkena gaya geser. Baja merupakan material yang jauh lebih fleksibel, oleh karena itu, baja sering kali digunakan sebagai kerangka bangunan yang biasanya selamat dari gempa bumi.

Meskipun gempa bumi tidak dapat dicegah, bangunan bisa dirancang untuk meminimalkan kematian dan cedera akibat gempa. "Beton yang diperkuat dengan kolom baja pada bangunan misalnya, dapat memberikan ketahanan yang lebih baik dibandingkan hanya menggunakan bahan konstruksi tradisional seperti pasir dan kerikil," kata Mehrdad Sasani, profesor teknik sipil dan lingkungan di Northeastern University di Amerika Serikat.

Baja, misalnya, memiliki kelenturan bisa menjadi sangat bengkok sebelum patah sehingga ideal digunakan memperkuat bangunan yang lebih besar terhadap getaran gempa. Pada bangunan yang lebih kecil, bambu juga bisa digunakan untuk tujuan ini. Mehrdad Sasani juga mengatakan, menggunakan campuran tanah liat dan pasir dan "menambahkan jerami akan membantu mengendalikan retakan mikro."

Selain itu, memiliki atap yang ringan dapat mengurangi kematian akibat runtuhnya atap bangunan, karena orang-orang yang terjebak di bawahnya akan mengalami cedera yang lebih sedikit dan lebih ringan. Di daerah rawan gempa, konstruksi kayu dan logam lebih baik untuk atap dibandingkan material berat, menurut sebuah studi majalah Nature.

Desain Konstruksi Tahan Gempa

Inovasi bangunan tahan gempa

Forum Ekonomi Dunia telah merekomendasikan agar bangunan dilengkapi dengan sistem "isolasi dasar" untuk memisahkan bangunan dari fondasinya dengan menggunakan pegas. Artinya, ketika gempa terjadi, gerakan yang diakibatkannya tidak akan memberikan tekanan pada struktur bangunan, kata forum tersebut.

Banyak bangunan di Jepang dan Cile menggunakan teknologi ini. Namun, biaya konstruksi dengan teknik ini sering kali sangat tinggi sehingga negara-negara lain mencari strategi yang lebih sederhana dan hemat biaya untuk mengatasi kerusakan akibat gempa. Nepal, negara yang juga sering dilanda gempa bumi, menggunakan teknik memadukan bahan-bahan yang terjangkau harganya dan tersedia di wilayah, seperti jerami, ban bekas, dan botol plastik ke dalam konstruksi.

Di Afrika, South African Housing & Infrastructure Fund akan menerapkan rumah beton cetak 3D yang tahan gempa dan hemat biaya. Beton yang dicetak 3D akan memungkinkan lebih banyak penyesuaian bagi pembangun, termasuk merancang struktur yang dapat menanggulangi kekuatan gempa yang tidak menentu.

Mengingat kerusakan bangunan adalah penyebab utama kematian akibat gempa bumi, penerapan rekayasa bangunan cerdas akan menyelamatkan properti dan infrastruktur dari keruntuhan dan menyelamatkan nyawa serta mencegah cedera.

Pelajaran dari gempa Maroko

Pada malam 8 September 2023, gempa bumi berkekuatan 6,8 melanda Maroko, dengan episentrum di dekat kota Marrakesh, sebuah tujuan wisata populer. Kehancuran yang disebabkan oleh gempa membuat ketahanan bangunan menjadi pusat perhatian. "Metode konstruksi tradisional yang digunakan di banyak wilayah Maroko dan bangunan-bangunan tua tidak dapat menahan guncangan gempa bumi sekuat itu," kata Mehrdad Sasani.

"Konstruksi bangunan tradisional di Maroko menggunakan beton dan batu bata lumpur yang tidak memiliki penguatan,” katanya kepada DW. Bahan seperti beton, kerikil, dan lumpur lebih disukai di Maroko karena bisa menahan panas terik. Rumah-rumah ini dirancang dengan mempertimbangkan ketahanan terhadap suhu ekstrem, tetapi tidak dapat menahan guncangan gempa dengan baik.

"Karena konstruksinya yang kaku dan terbatasnya kapasitas untuk menyerap energi dari guncangan tanah yang kuat, struktur ini berisiko runtuh,” menurut kelompok US Resiliency Council, sebuah organisasi nirlaba yang mempromosikan desain yang lebih baik untuk bangunan di daerah rawan gempa. Masalah serupa juga menyebabkan angka kematian dan cedera yang tinggi pada gempa bumi Turki-Suriah yang terjadi pada Februari 2023.

(hp/as)

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!